Khamis, 20 Jun 2013

GAYA BAHASA


 1.      Majas Perbandingan


a. Personifikasi


Majas yang melukiskan suatu benda dengan memberikan sifat-sifat manusia kepada benda-benda mati sehingga seolah-olah mempunyai sifat seperti manusia/benda hidup.


 


Contoh : Baru tiga km berjalan mobilnya sudah batuk-batuk.


b. Depersonifikasi


Majas yang menampilkan manusia sebagai binatang, benda-benda alam, atau benda lainnya.


 


Contoh: Hari, tokoh partai X tidak disukai karena ia sering  menjadi bunglon


c. Metafora


Majas ini semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung.


 


Contoh : -  Raja siang telah pergi ke peraduannya.


   Dewi malam telah keluar dari balik awan.


d.      Simile


Perbandingan dua hal yang sengaja dianggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana.


Contoh: Wajah ibu dan anak itu bagaikan pinang dibelah dua.


 


 


e.       Alegori


Majas perbandingan yang memperlihatkan suatu perbandingan utuh. Perbandingan itu membentuk kesatuan yang menyeluruh.


Contoh: Menikah itu seperti mengarungi bahtera rapuh di tengah lautan yang penuh akan riak ombak dan hal menegangkan lainnya. Jika kita tak berhati-hari, bisa salah arah dan tak tahu jalan pulang. Atau, jika kurang kuat, kapal bisa saja hancur lebih diterjang ombak ganas di laut. Menguatkan kapal dan memperbaharui kualitas nahkoda adalah jalan terbaik untuk bertahan.


 


2.      Majas Pertentangan


a.       Hiperbola


Majas yang memperlihatkan sesuatu yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya.


Contoh: Tiga tahun telah berlalu sejak meninggalnya kekasihku, namun tak sedetik pun wajahnya hilang dari ingatanku.


b.      Litotes


Majas yang melukiskan keadaan dengan kata-kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang sebenarnya guna merendahkan diri.


Contoh: Perjuangan kami hanyalah setitik air dalam samudra luas.


c.       Antitesis


Majas pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan kata yang berlawanan arti.


Contoh: Gadis yang secantik si Ida dipersunting oleh si Dedi yang  jelek itu.


d.      Paradoks


Majas pertentangan yang melukiskan sesuatu solah-olah bertentangan, padahal maksud sesungguhnya tidak.


Contoh: Hatinya sunyi tinggal di kota Jakarta yang ramai.


e.       Okupasi


Majas pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan bantahan. Namun bantahan tersebut kemudian diberi penjelasan/diakhiri dengan kesimpulan.


Contoh: Merokok itu merusak kesehatan, akan tetapi si perokok tak dapat menghentikan kebiasaannya. Maka muncullah pabrik-pabrik rokok karena untung banyak.


f.       Kontradiksi Internimis


Majas yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang sudah dikatakan sebelumnya. 


Contoh: Semua murid di kelas ini hadir, kecuali Hasan yang sedang ikut jambore.


 


3. Majas Pertautan


a.       Metonimia


Gaya bahasa yang menggunakan nama barang/merk dagang sebagai pengganti barang itu sendiri.


Contoh:  Kemarin ia memakai Xenia


b.      Sinekdoke


*    1)   Pars Pro Toto


Majas sinekdoke yang melukiskan sebagian tetapi yang dimaksud seluruhnya.


Contoh : Dia mempunyai lima ekor kuda.


*                                    2)  Totem Pro Parte


Majas sinekdoke yang melukiskan keseluruhan tetapi yang dimaksud sebagian.


Contoh : Kaum wanita memperingati hari Kartini.


c.       Eufinisme (ungkapan pelembut)


Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.


Contoh: Para tuna karya perlu perhatian yang serius dari pemerintah


d.      Alusi


Gaya bahasa yang  menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh yang telah umum dikenal/diketahui orang.


Contoh: Tugu ini mengenangkan kita kembali ke peristiwa Bandung Selatan. 


 


e.       Elipsis


Gaya bahasa yang di dalamnya terdapat penanggalan atau penghilangan salah satu atau beberapa unsur penting dari suatu konstruksi sintaksis.


Contoh:


Dia dan istrinya ke Jakarta minggu lalu.


 


 


 


 


f.       Autonomasia


Majas perbandingan dengan menyebutkan nama lain terhadap seseorang berdasarkan ciri atau sifat menonjol yang dimilikinnya.


Contoh: Si pincang itu ternyata adalah seorang pengusaha kuliner.


 


4.      Majas Perulangan


a.       Repetisi


Merupakan majas yang melukiskan sesuatu dengan mengulang kata  atau beberapa kata berkali-kali, yang biasanya digunakan dalam pidato.


Contoh: Kita junjung dia sebagai pemimpin, kita junjung dia sebagai   pelindung rakyat, kita junjung dia sebagai pembebas kita.


 


b.       Pararelisme


Majas seperti repetisi tetapi dipakai dalam puisi.


 


*                                                1)    Anafora : Jika  kata yang diulang terletak di awal baris.


     Contoh:


                                         Kalaulah diam malam yang kelam


     Kalaulah tenang sawang dan lapang


                                         Kalaulah lelap orang di lawang


 


*                                       2)  Epifora : Jika kata yang diulang terletak diakhir baris.


    Contoh:


    Kalau kau mau, aku akan datang


    Jika kau kehendaki, aku akan datang


    Bila kau minta, aku akan datang


 


*                                       3)  Simploke : Jika kata yang diulang terletak di awal dan akhir baris.


    Contoh :
    Kau bilang aku ini egois, aku bilang terserah aku
    Kau bilang aku ini judes, aku bilang terserah aku


 


*                                       4)   Mesodiplosis : MJika kata yang diulang terletak di tengah baris.


    Contoh:


    Pendidik harus meningkatkan kecerdasan bangsa
    Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat


 


*                                       5)   Epanalepsis : Jika kata pertama diulang pada akhir.


    Contoh :
                Kita gunakan pikiran dan perasaan kita.


 


c.       Kiasmus


Gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi atau pembalikan susunan antara dua kata dalam satu kalimat.


Contoh: Yang kaya merasa dirinya miskin, sedang yang miskin mengaku dirinya kaya.


 


d.      Aliterasi


Sejenis majas yang memanfaatkan purwakanti atau pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya.


Contoh:  Dara damba daku


   Datang dari danau


e.       Antanaklasis


Majas yang mengandung ulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda.


Contoh: Saya selalu membawa buah tangan kepada buah hati saya.


 


     5. Majas Sindiran


a.       Ironi


Majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud untuk menyindir.


Contoh:   -  O... kamu baru bangun, baru pukul sepuluh pagi.


    -  Bersihnya kamar ini, puntung rokok dimana-mana.


 


b.      Sinisme


Majas  sindiran yang agak kasar dibandingkan dengan majas ironi.


Contoh: Dengan sifatmu yang malas berusaha semoga kamu mendapatkan pekerjaan yang bagus.


 


c.       Sarkasme


Majas sindiran yang paling kasar dibandingkan majas ironi dan sinisme.


Contoh: Otakmu itu memang sudah bukan otak manusia lagi. Otakmu   itu sudah menjadi otak udang.


 


      6. Majas Penegasan


a.       Pleonasme


Majas yang menggunakan kata-kata yang sebenarnya tidak perlu dikatakan lagi karena arti kata tersebut sudah terkandung dalam kata yang diterangkan.


Contoh: Salju sudah mulai turun ke bawah.


 


b.      Klimaks


Majas yang menyatakan beberapa hal berturt-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang semakin lama semakin memuncak pengertiannya.


Contoh: Semua usia dari anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua memenuhi arena pasar malam itu.


 


 


 


 


 


c.       Antiklimaks


Majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang semakin lama semakin menurun pengertiannya.


Contoh: Jangankan seribu, seratus, serupiah pun tak ada.


 


d.      Retoris


Majas penegasan dengan menggunakan kalimat tanya yang jawabannya sudah diketahui.


Contoh: Mana mungkin orang mati hidup kembali?


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

 


DAFTAR PUSTAKA


 


 


Keraf, Gorys.2004:Diksi dan Gaya Bahasa.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama


 


Tarigan, Henry Guntur.1979: Membaca Sebagai Suatu Keterampilan     Berbahasa.Bandung:Angkasa Bndung.

METODE BERBICARA


A.  METODE BERBICARA
1. METODE TEKS
Metode ini adalah metode berbicara dengan membaca teks yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kita bicara apa yang kita tulis di kertas yang telah disiapkan.
Metode ini biasanya dipakai untuk acara resmi. Metode ini baik digunakan untuk menghindari salah ucap atau mengontrol pembicaraan agar tidak out of topic. Selain itu, untuk kita yang belum terbiasa berbicara di depan umum, alangkah baiknya kita melatih gaya bicara dengan
2. METODE HAFALAN/MEMORITER
Sama seperti metode teks, kita berbicara apa yang kita tulis di kertas yang sudah disiapkan sebelumnya, hanya cara menyampaikan pidato/isi pembicaraan bukan dengan cara membaca, melainkan dengan menghafal apa yang sudah ditulis, kemudian disampaikan secara langsung kepada pendengar.
3. METODE POINT
Metode ini sebenarnya pengembangan dari metode teks, hanya tidak kata per kata yang harus ditulis, tetapi cukup point-point atau intinya saja.
Kita bisa memakai metode ini di acara apa saja, formal/informal. Biasanya, orang yg sudah ahli sekalipun, sering memakai metode ini untuk mencegah pembicaraannya menjadi out of topic.
4. METODE SERTA MERTA / IMPROMTU
Metode ini adalah metode berbicara secara spontan atau serta merta, yaitu berbicara di depan umum tanpa waktu persiapan sebelumnya.
Kadang-kadang, seseorang bisa saja dituntut (saya lebih senang menyebutnya ‘ditembak’ ) tiba-tiba untuk berbicara. Para orator biasanya menggunakan metode ini untuk meluapkan gagasan/idenya secara spontan dan cepat kepada pendengarnya.
Metode-metode di atas mungkin bisa membantu saat kita dituntut untuk berbicara di depan umum. Ingat, metode tersebut bukan jurus untuk menghilangkan kegugupan/grogi saat berbicara di depan umum. Untuk menghilangkan grogi, tidak ada cara yang paling ampuh selain be confident and be yourself
B.   JENIS-JENIS BERBICARA
a)  Situasi
Aktivitas berbicara terjadi dalam suasana, situasi, dan lingkungan tertentu. Situasi dan lingkungan itu dapat  bersifat formal atau resmi, mungkin pula bersifat informal atau tak resmi. Dalam situasi formal pembicara dituntut berbicara secara formal, sebaliknya dalam situasi tak formal, pembicara harus berbicara tak formal pula. Kegiatan berbicara yang bersifat informal banyak dilakukan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Suksesnya suatu pembicaraan tergantung pada pembicara dan pendengar. Kegiatan berbicara yang bersifat informal banyak dilakukan dalam kehidupanmanusia sehari-hari, Untuk itu, diperlukan beberapa prasyarat.
   Jenis kegiatan berbicara informal meliputi :
 Tukar pengalaman,
 Percakapan,
 Menyampaikan berita,
 Menyampaikan pengumuman,
 Bertelepon dan
 memberi petunjuk (Logan,  dkk., 1972 :108).
   Sedangkan jenis kegiatan yang bersifat formal  meliputi :
 Perencanaan dan penilain
 Ceramah
 Interview
 Prosedur parlementer dan Bercerita (Logan, dkk., 1972: 116)


b) Tujuan
Akhir pembicaraan, pembicara menginginkan respons dari pendengar. Pada umumnya tujuan orang berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan, menstimulasikan dan meyakinkan  atau menggerakan pendengarnya. Sejalan dengan tujuan berbicara tersebut di atas dapat kita klasifikasi berbicara menjadi 5 jenis, yaitu antara lain:

a.            Berbicara menghibur, biasanya suasana santai, rileks dan kocak. Tidak berarti bahwa berbicara menghibur tidak dapat membawakan pesan dalam berbicara menghibur tersebut pembicara berusaha membuat pendengarnya senang gembira dan bersukaria.

b.           Berbicara menginformasikan. Dalam  suasana serius, tertib dan hening. Berbicara menginformasikan pembicara berusaha berbicara jelas, sistematis dan tepat isi agar informasi benar-benar terjaga keakuratannya.

c.          Berbicara menstimulasi, berbicara menstimulasi juga berusaha serius, kadang-kadang terasa kaku, pembicara berkedudukan lebih tinggi dari pendengarnya dapat disebabkan oleh wibawa, pengetahuan, pengalaman, jabatan atau fungsinya yang memang melebihi pendengarnya. Berbicara menstimulasi, pembicara berusaha membangkitkan semangat pendengarnya sehingga pendengar itu bekerja lebih tekun, berbuat lebih baik, bertingkah lebih sopan, belajar lebih berkesenambungan. Pembicara biasa dilandasi oleh rasa kasih sayang, kebutuhan kemauan, harapan, dan inspirasi pendengar.

d.   Berbicara meyakinkan, sesuai dengan namanya, bertujuan meyakinkan pendengarnya,           suasananya pun bersifat serius, mencekam dan menegangkan. Pembicara berusaha mengubah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dari tidak simpati menjadi simpati dari tidak mau membantu menjadi mau membantu. Pembicara harus melandaskan pembicaraannya kepada argumentasi dan nalar, logis masuk akal, dan dapat bertanggungjawabkan dari segala segi.
e.    Berbicara menggerakkan, juga menuntut keseriusan baik dari segi pembicara maupun  dari segi pendengarnya. .Pembicara dalam berbicara mendengarkan haruslah berwibawa, tokoh, idola, panutan masyarakat.

   Faktor-faktor yang dinilai dalam berbicara:
1.     Faktor kebahasaan  yang mencakup
a.      Pengucapan vokal
b.     Penempatan tekanan
c.      Pilihan kata / ungkapan atau diksi
d.     Variasi kata
e.      Sruktur kalimat dan
f.       Ragam kalimat
2.     Faktor  nom kebahasaan yang mencakup :
a.      Keberanian dan semangat
b.     Kelancaran
c.      Gerak-gerik dan mimik
d.     Penguasaan topik
e.      Penalaran atau pemahaman / pengungkapan materi wacana.















Sumber :